Kuliah Tamu “Seed, Grow, Design”:  Meneroka Pusat Persemaian Liang Anggang Banjarbaru

Kuliah Tamu “Seed, Grow, Design”: Meneroka Pusat Persemaian Liang Anggang Banjarbaru

Pada Jumat, 2 Mei 2025, Program Studi Arsitektur menyelenggarakan kuliah tamu bertajuk “Seed, Grow, Design: Meneroka Pusat Persemaian Liang Anggang Banjarbaru”. Kuliah ini menghadirkan narasumber istimewa, Bapak Imam Sulistianto, S.P., M.Sc., Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan di BPDAS Barito, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kegiatan ini diperuntukkan bagi mahasiswa Arsitektur yang sedang menempuh mata kuliah Pengantar Lanskap Khususnya, guna memperluas wawasan tentang peran arsitektur dalam pembangunan dan pengelolaan kawasan persemaian berskala besar.

Dalam pemaparannya, Bapak Imam mengenalkan Pusat Persemaian Liang Anggang yang berlokasi di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Persemaian ini memiliki luas sekitar 16 hektar, dan dirancang sebagai persemaian permanen skala besar yang bertujuan untuk menyediakan bibit tanaman secara gratis bagi masyarakat, cukup dengan menunjukkan KTP untuk permintaan di bawah 35 bibit. Persemaian ini juga menjadi bagian dari strategi nasional dalam rehabilitasi lahan kritis dan pelestarian daerah aliran sungai (DAS).

Beliau menjelaskan bahwa pembangunan persemaian bukan hanya ranah kehutanan, melainkan juga melibatkan keahlian lintas disiplin, termasuk arsitektur lanskap. Arsitek memiliki peran penting dalam mendesain alur sirkulasi, tata letak bangunan, pengelolaan ruang hijau, hingga mempertimbangkan efisiensi sistem mobilisasi alat berat seperti arko dan penempatan pompa air raksasa. Dalam kawasan ini juga diterapkan sistem ultrafiltrasi untuk penyiraman tanaman secara efisien dan ramah lingkungan.

Selain itu, Bapak Imam juga memperkenalkan sejumlah bangunan utama dalam persemaian, seperti germination house (rumah kecambah), FAB (fasilitas adaptasi bibit), dan open planting area, yang semuanya dirancang sedemikian rupa agar mendukung proses regeneratif tanaman. Mahasiswa diajak brainstorming mengenai bagaimana arsitek dapat mempermudah alur pemindahan antar bangunan ini, terutama jika dihadapkan pada tantangan kondisi lahan berkontur atau tanah gambut. Lebih lanjut, disampaikan pula pentingnya memahami standar arsitektur lanskap yang mempertimbangkan prinsip deforestasi, degradasi, reklamasi, dan reboisasi, agar pembangunan tidak meninggalkan jejak kerusakan pada generasi mendatang. Contoh persemaian serupa yang dibahas meliputi persemaian di pinggiran Danau Toba dan kawasan mangrove di Bali.

Kuliah tamu ini ditutup dengan ajakan agar mahasiswa arsitektur turut mengambil peran aktif dalam proyek-proyek lingkungan seperti persemaian, dengan menanamkan kesadaran bahwa arsitek tak hanya merancang bangunan, tapi juga masa depan ekologi dan keberlanjutan. Salam Arsitektur !